Sabtu, 30 Mei 2020

Analisis Lukas 21:29-33




Klik Link Berikut Untuk Artikel Terkait:

Lukas 21:29-33
Analisis Historis dan Budaya
            Injil Lukas adalah kitab pertama dari kedua kitab yang dialamatkan kepada seorang bernama Teofilus (1:1,3; Kis. 1:1). Injil Lukas adalah salah satu dari empat tulisan yang mengawali Perjanjian Baru.[1] Injil Lukas digolongkan sebagai Injil Sinoptik bersama dengan Injil Matius dan Injil Markus.[2] 
Isi pemberitaannya mengenai kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus.[3]  Pada awalnya, Injil ini, bersama dengan Kisah Para Rasul, beredar tanpa nama. Injil ini juga sama dengan Injil yang lainnya yaitu juga memiliki penekanan-penekanan khusus.  Penulis buku Handbook to the Bible mengatakan, “Keempat kitab Injil masing-masing mempunyai penekanan-penekanan khusus. Lukas menulis Injil ini kepada orang-orang bukan Yahudi guna menyediakan suatu catatan yang lengkap dan cermat tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat (Kis. 1:1b- 2a).”[4] Kenyataan bahwa tulisan Lukas ini ditunjukkan kepada orang-orang bukan Yahudi tampak dengan jelas di seluruh kitab Injil ini. Dalam kitab Lukas, Yesus dengan jelas terlihat sebagai Juruselamat yang ilahi-insani yang menjadi jawaban Allah bagi kebutuhan segenap keturunan Adam akan keselamatan.
            Di kalangan para ahli Perjanjian Baru, penulis kitab ini adalah dokter Lukas yang pernah menjadi sahabat karib Rasul Paulus.[5] Penyusunan Injil Lukas menggunakan bahan-bahan tulisan yang kurang lebih sama dengan yang digunakan dalam Injil Matius dan Injil Markus, tetapi hasil susunannya tidak persis sama dengan kedua Injil tersebut. Senada dengan itu  Samuel Benyamin Hakh mengatakan, “Penulis Injil Lukas adalah Lukas seorang pengikut Paulus.”[6] Ray C. Stadman juga menuliskan, “penulis kitab ini adalah Lukas, seorang Tabib, rekan Paulus.[7]
Dari beberapa pernyataan ini maka dapat disimpulkan bahwa penulis Injil Lukas adalah dokter Lukas sendiri seorang dari salah satu Murid Tuhan Yesus pengikut Paulus.
 Mengenai latarbelakang penulisan Injil Lukas bahwa sebenarnya Injil itu ditulis karena orang Yahudi menolak Yesus sebagai Mesias yang telah dijanjikan. Wahyu Eco mengatakan, “Matius menulis Injilnya dilatarbelakangi karena orang Yahudi menolak  Yesus sebagai Mesias mereka sehingga Matius dengan tegas menuliskan silsilah Yesus.”[8] M.E Duyverman juga mengatakan,”Injil Matius ditulis untuk meyakinkan dengan sistematis dan dengan penuh hormat bahwa Yesuslah Mesias yang dijanjikan Allah di dalam Perjanjian Allah.”[9]
Jadi sudah sangat jelas bahwa latarbelakang Injil ini ditulis karena ketidakpercayaan orang Yahudi bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan itu.
Mengenai budaya yang berpengaruh sekitar penulisan kitab Lukas adalah budaya Yahudi yang banyak dipengaruhi budaya Yunani di sekitar mereka. J.I Packer dkk. Mengatakan, “Orang Yahudi dipengaruhi oleh Kebudayaan Yunani yang ada di sekitar mereka, dan hal ini terjadi baik pada orang Yahudi yang tinggal di Palestina maupun pada mereka yang tinggal ditempat lain.”[10] Kebudayaan utama yang ada saat itu adalah kebudayaan Yunani atau Helenisme. J.I Packer dkk. Mengatakan, “Orang Yahudi dipengaruhi oleh Helenisme seperti bangsa-bangsa lain. Dalam beberapa hal (seperti makanan dan ibadat) agama Yahudi tidak memungkinkan para penganutnya menerima gagasan-gagasan Yunani.”[11]
Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya yang mempengaruhi sekitar penulisan Kitab Lukas adalah kebudayaan Yunani atau Helenisme.

Analisis Konteks:
Konteks Dekat
Konteks dekat pada perikop ini terdapat pada ayat sebelumnya yaitu pada ayat 27 “pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemulian-Nya”. Konteks ini memaparkan tentang kemunculan Anak Manusia dipandang dengan segala kekuasaan dan kemuliaan, namun belum secara kelihatan, tetapi dalam awan-awan karena dalam menjalani penghakiman seperti ini, awan dan kegelapan akan mengelilingi-Nya.[12] Ini merupakan nubuat Yesus yang dikenal sebagai khotbah di Bukit Zaitun, dan merupakan uarain yang sama, dimana Yerusalem kota suci orang Yahudi merupakan titik pusat dari nubuat.[13]

Konteks Jauh
Konteks jauh pada perikop ini terdapat dalam Matius 24: 29-36 . mengenai kedatangan Anank Manusia yang diumpamakan Pohon Ara. Ayat 32 “Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara: apabila ranting-rantingya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat.” Dari perumpamaan tersebut dipahami bahwa waktunya sudah dekat mengenai kedatangan anak manusia tersebut yaitu Yesus Kristus, dan tidak ada seorang pun yang tahu, malaikat dan Anak pun tidak tahu, hanya Bapa sendiri yang tahu.
Signifikasi Kata Kunci:
Kata kunci: Kerajaan Allah
Makna kata
            Kata kerajaan dari bahasa Yunani “basileiva (basileia), dalam bentuk noun, feminine, singular, accusative.[14] Yang berarti “kuasa sebagai raja; kuasa kerajaan; (wilayah) kerajaan; kerajaan; kerajaan (Allah)” dipakai sebanyak 162 kali dalam Perjanjian Baru”[15] James Strong menerjemahkan akar kata “basileiva” tersebut dengan royalty, i.e rule, kingdom, reign. Dapat diartikan Raja, kekuasaan, pemerintahan. Samuel Banyamin Hakh mengatakan, “Ungkapan Kerajaan Allah bukan menunjuk kepada suatu lokasi tertentu dari kerajaan itu melainkan menunjuk kepada pemerintahan atau kedaulatan Allah.”[16] Hasan Sutanto mengatakan, “Kerajaan Allah bersifat universal, yang mencakup segala makhluk baik yang di Surga maupun yang di bumi yang taat kepada Allah sepenuhnya.”[17] Jadi dapat disimpulkan bahwa makna Kerajaan Allah adalah suatu bentuk pemerintahan atau kedaulatan Allah yang berlaku secara universal bagi segala makhluk baik di surga maupun dibumi.
Pesan Utama Teks:
Yesus menunjukkan bahwa dunia ini adalah ladang Tuhan Allah. Tunas pohon ara bisa diartikan sebagai perbuatan baik dan buruk yang siap di pertanggungjawabkan. Musim panas diartikan sebagai penghakiman Allah. Karena Yesus telah memenangkan dunia ini lewat pengorbanannya maka Ia berhak melakukan penghakiman. Yesus mengingatkan umat-Nya agar tidak terbuai dengan zona nyamannya, kemewahan duniawi. Karena itu setiap orang harus lebih berhati-hati dengan senantiasa berdoa, menjaga hati agar tetap pada kehendakNya. Apabila penghakiman tiba maka tidak ada lagi kesempatan bagi kita memberitakan Injil.



[1] Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru:Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung : Bina Media Informasi2010. Hlm.268
[2] Ibid 268
[3] Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 1. Bandung : Bina Media Informasi. Hlm.103.
[4]­­­­­­­__________, Handbook to the Bible (Bandung: Kalam Hidup, 2004),  1620
[5] Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru,(Bandung; Yayasan Kalam Hidup,1978), 31.
[6] Ibid. 268
[7]Ray C. Stadman, Petualangan Menjelajahi Perjanjian Baru, (Jakarta: Discovery House, 2009), 60.
[8]Wahyu Eco, Karasteristik Injil Lukas, http://suarainjili.blogspot.com/2008/05/karasteristik-injil-Lukas-penulis.html, diakses 15 Mei 2017.
[9]M.E Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK. Gunung Mulia,1992), 46.
[10]J. I Packer dkk. Ensiklopedia Fakta Alkitab (Malang: Gandum Mas, 2001), 1041.

[11]Ibid., 1042.
[12] Mattew Hendry, Tafsiran Mattew Hendry,(Jakarta: Momentum, 2009), 781.
[13] Irving L. Jensen, Lukas Buku Penuntun Belajar,(Bandung: Kalam Hidup, 1970), 99.
[14]Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interliner Yunani Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru-jilid I (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003), s.v “basilei'a..”
[15]Idem,  Perjanjian Baru Interliner Yunani Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru-jilid II (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003), s.v “basilei'a..”
[16]Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan tentang Yesus menurut Injil-Injil Sinoptik (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 25.
[17]Hasan Susanto, Hermeneutik( Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab) (Malang: SAAT, 1989), 356.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar